Tuesday 5 November 2013

Intisari Al Quran

Merupakan sebagian tulisan pertama dari buku:


Aksi, Poligami dan Neraka dalam Islam

(Pemahaman Baru, Motivasi bagi Pengusaha)



Pendahuluan
S
eorang pemuda datang dengan tergopoh-gopoh pada sekumpulan orang kaya, ber bicara dengan lantang dan mengatakan, “Wahai orang kaya. Aku butuh uang. Siapkan uang sebanyak 5 juta. Segera! Aku tunggu seka rang juga.”

Jika ditanyakan, adakah orang kaya yang mau membantu? Berapa banyak orang yang mau mem bantu?

Kemungkinan besar, tidak ada yang mau memban tu, bahkan mungkin diusir atau minimal, banyak orang yang akan menganggap pemuda tadi adalah orang gila.

Mengapa itu bisa terjadi? Karena orang yang berteriak tadi tidak tahu aturan, terutama cara meminta yang sopan.

Jika berbicara dengan orang, apalagi meminta sesuatu pada orang saja ada aturannya, lalu bagai mana jika kita meminta pada Sang Pencipta? Apakah ada aturannya? Pasti ada. Tapi siapa yang tahu?

Jika kita ingin berbicara dengan Allah SWT, tentu saja hanya Allah SWT yang tahu bagaimana aturan yang harus diikuti hamba NYA untuk me minta pada NYA.

Aturan itu bisa diketahui dari Firman Allah SWT yang diturunkan kepada Sang Pembawa Pesan, Rasul NYA, yakni Nabi Muhammad SAW, berupa kitab suci yang bernama Al Qur'an.

Al Qur'an
Al Qur'an adalah bacaan mulia bagi muslim dan muslimat, karena dengan membaca kitab suci tersebut, tidak saja keimanan bertambah tapi juga mendapat ketenangan batin, serta juga berbuah pahala walaupun hanya membaca satu huruf saja.

Beberapa riset juga membuktikan bahwa mende ngar bacaan Al Qu’ran, tanpa memahami artinya dapat menghilangkan stress.

Ini bisa dipahami karena Al Qur’an ditulis dalam bahasa Arab, suatu bahasa dari bangsa yang dikenal sebagai bangsa Penyair. Sedangkan syair bisa mengasah qalbu. Itulah sebabnya dalam Al Qur’an juga ada surat Penyair (Asy Syu’araa – surat 26).

Al Qur'an terdiri dari 30 Juz, 114 Surat dan lebih dari 6000 ayat. Pertanyaannya adalah, jika kitab suci dengan spesifikasi seperti itu, dengan jumlah surat dan ayat sebanyak itu, ingin diwakili hanya  dengan satu kata saja, selain namanya, maka kata apa yang paling tepat digunakan? Apakah mung kin kita mendapatkan kata tersebut?

Melihat jumlah Juz, surat dan ayat yang cukup banyak, maka jika ingin mengetahui jawaban dari pertanyaan  tadi, sebaiknya kita melihat pada induk dari kitab itu saja, yaitu surat Al Faatihah atau “Pembuka”. Surat ini juga disebut sebagai Ummul Qur'an (Induk Al Qur'an).
Sehingga usaha untuk mencari kata yang tepat untuk mewakili isi Al Qur'an menjadi lebih mudah, tapi tetap sah karena Al Faatihah adalah intisari Al Qur'an. Al Faatihah adalah rangkuman dari Al Qur'an. Al Faatihah adalah abstrak dari Al Qur'an Seperti abstrak yang juga digunakan dalam Jurnal Ilmiah.

Al Faatihah
Al Faatihah adalah surat Makkiyah yang artinya diturunkan di Kota Mekah, walaupun ada yang menyatakan surat ini juga diturunkan di Madinah, dan merupakan surat pendek yang pasti dibaca oleh setiap orang saat melaksanakan Shalat, baik Shalat wajib maupun Shalat sunat.

Minimal, secara keseluruhan Al Faatihah dibaca sebanyak 17 kali dalam sehari semalam, yakni 2+4+4+3+4. Sehingga surat ini juga disebut sebagai As Sab'ul Matsaani (Tujuh yang berulang ulang). Apalagi jika ditambah dengan Shalat sunat, seperti Rawatib, Dhuha, Lail, dll.

Surat Al Faatihah terdiri dari 7 ayat yang berbunyi:
  1. Bismillaahirrahmaanirrahiim.
  2. Alhamdulillaahirabbil'aalamiin.
  3. Arrahmaanirrahiim.
  4. Maalikiyawmiddiin.
  5. Iyyaakana'buduwa-iyyaakanasta'iin.
  6. Ihdinaashshiraathalmustaqiim.
  7. Shiraathalladziinaan'amta'alayhim ghayrilmaghdhuubi'alayhim walaadhdhaalliin.

Apa yang ada dalam ketujuh ayat diatas? Secara sederhana akan dijelaskan menggunakan analogi dengan harapan bisa menambah pemahaman tentang penggunaan dan maksud dari struktur ayat-ayat dalam surat Al Faatihah ini.

Terutama untuk mendapatkan sebuah kata yang mewakili isi Al Faatihah. Dan selanjutnya kata tersebut juga mewakili isi kandungan Al Qur'an, karena surat Al Faatihah adalah intisari Al Qur'an.

Bismillaahirrahmaanirrahiim
Bi ismi – Allah - Ar Rahmaan - Ar Rahiim. Bi ismi sering diterjemahkan menjadi “dengan nama”. Sedangkan Allah adalah nama Tuhan yang menciptakan segala yang ada, bahkan Tuhan dari segala yang dipertuhankan manusia, disam ping 99 nama yang ada dalam Asmaul Husna.
Ar Rahmaan berarti Maha Pengasih. Karena Allah SWT selalu mengasihi dan memberi kelimpahan Rezeki dan Nikmat pada semua Mah luk di semesta alam raya, tanpa membedakan apakah mahkluk NYA durhaka atau bertaqwa. Semua akan mendapatkannya asal mereka memin ta. Baik meminta secara langsung, maupun lewat perantara. Dari manapun asalnya permintaan itu, maka hanya Allah SWT sajalah yang mampu mengabulkannya.

Ar Rahiim berarti Maha Penyayang. Karena Allah SWT memberi nikmat yang lebih pada orang mukmin, yaitu orang yang menghubungkan dirinya dengan Tali Allah SWT dan Rasul NYA.

Secara urut terlihat keteraturan susunan ruang lingkup kata-katanya, yakni Allah SWT untuk seluruh semesta alam (rabbil'aalamiin), kemu dian Ar Rahmaan, untuk semua manusia dan Ar Rahiim  khusus untuk Mukmin.

Ayat ini diawali dengan bi ismi karena kita tidak bisa melihat wujud Allah SWT dengan alat pengindra kita. Maka kita sebut nama NYA saja.
Allah SWT itu ghaib, yaitu ada tapi tak bisa ditangkap oleh panca indra. Jika ada orang yang tidak mempercayai yang ghaib, maka mereka tidak akan pernah menemukan Tuhan yang benar.

Makanya dalam Al Baqarah 2:3 Allah menyata kan bahwa orang yang bertaqwa pada Allah adalah orang yang percaya dengan yang ghaib.

Padahal jika ingin bicara kepada siapapun, yang pertama kali harus disebutkan adalah nama orang dengan siapa kita ingin berbicara.

Saat pembacaan proklamasipun Bung Karno juga menyebutkan, “Atas nama Bangsa Indonesia.” Bangsa Indonesia tidak hadir secara keseluruhan untuk membacakan naskah proklamasi, tapi dise but keberadaannya.

Jika mengundang orang penting, tapi tidak bisa hadir, misalnya presiden, maka orang yang ditunjuk untuk mewakili juga akan mengatakan, “Atas nama Bapak Presiden.” Itu juga berarti presiden ada, tapi tidak hadir secara nyata.

Penggunaan “dengan nama” atau “atas nama” juga menunjukkan tingkat yang lebih tinggi dari pihak yang menyebutkan kata kata “dengan nama” atau “atas nama”. Seorang presiden tidak akan mengatakan atas nama gubernur. Karena tingkat yang mewakili pastilah lebih rendah dari yang diwakili.

Dalam proklamasipun, Bangsa Indonesia tidak berjuang atas nama Soekarno dan Hatta, karena rakyat tingkatnya lebih tinggi dari keduanya.

Dengan Nama Allah, atau Atas Nama Allah, juga menunjukkan pengakuan atas keberadaan Allah SWT, walaupun tidak terlihat dengan panca indra. Ini adalah konsep penting dalam agama Islam.
 
Penyebutan nama Allah dalam lanjutan bi ismi, sama seperti seorang tenaga pemasaran, awalnya juga harus tahu siapa nama orang yang diajak bicara.

Begitu juga dengan kita sebagai hamba Allah SWT. Kita harus menyebut nama-NYA untuk meyakinkan diri kita bahwa kita hendak berbicara dengan Allah SWT semata, bukan yang lain, karena ada juga manusia yang mempertuhankan selain Allah SWT, termasuk patung-patung batu yang tidak punya kemampuan apa-apa.

Bayangkan saja jika dalam sebuah ruangan ada beberapa orang dan kita hanya berbicara saja tanpa menentukan dengan siapa kita bicara, pasti orang tidak perduli dengan ucapan kita. Seperti contoh diawal tulisan ini.

Ar Rahmaan dan Ar Rahiim  juga merupakan na ma-nama Tuhan dalam Asmaul Husna, tapi bisa juga dipahami sebagai gelar. Sama seperti bicara dengan seseorang yang lebih dihormati, biasanya juga disertai dengan berbagai gelar, kepangkatan atau akademis. Misalnya, Prof. Anu atau Jenderal Banu.

Ini menegaskan pada diri kita bahwa kita benar-benar hanya ingin bicara dengan Allah SWT. Karena hanya Allah SWT saja yang punya gelar Ar Rahmaan dan Ar Rahiim.

Alhamdulillaahirabbil'aalamiin
Setelah kita sebut nama dengan siapa kita akan berbicara, dan orang yang kita ajak bicara sudah memberikan perhatian pada kita, maka kita biasanya memberi pujian kepada orang yang kita ajak bicara, misalnya Bapak yang baik hati, atau Ibu kelihatan cantik sekali hari ini, dan berbagai bentuk pujian lainnya.

Begitu juga dengan Allah SWT, setelah kita memilih untuk berbicara dengan Allah SWT, bukan  Tuhan yang lain. Langkah selajutnya ada lah memuji Allah SWT. Memuji Allah SWT ten tu berbeda dengan memuji manusia. Segala puji yang ada, atau dalam ayat berbunyi Al Hamdu, harus kita sampaikan pada Allah SWT (lillahi).

Itu sebanding dengan posisi Allah SWT sebagai pencipta. Kita harus memuji sesuai porsinya. Sebagai contoh, orang yang sangat gemuk akan marah jika dipuji, kurus atau langsing.

Kita juga memberikan penekanan bahwa Allah SWT adalah pemilik alam, termasuk kita sebagai ciptaan-NYA. Itu yang dinyatakan dalam pernya taan Rabbil 'alamin. Karena Allah SWT adalah Maha Pemelihara, Maha Pencipta, maka hanya Allah SWT saja yang bisa menciptakan apapun kebutuhan kita dan mewujudkan semua keinginan kita. Tiada yang lain.

Arrahmaanirrahiim
Pengucapan Ar Rahmaanir Rahiim  menunjukkan makna yang tersirat bahwa kita akan meminta sesuatu, itulah sebabnya kita menyebut Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Jadi tujuan kita berbicara dengan Allah SWT adalah untuk meminta sesuatu.  Sehingga kita pertegas lagi sifat Allah SWT yang Maha Pemberi. Kalau kita memberi misalnya, maka orang yang kita beri tidak pantas untuk dipuji dengan sebutan  pengasih atau penyayang.

Ada perbedaan jauh antara Allah SWT dan manusia. Jika kebanyakan manusia, tidak suka diminta sesuatu, sedangkan Allah SWT malah tidak suka jika hamba-NYA tidak meminta kepada-NYA. Sehingga nama Ar Rahmaanir Rahiim  sangat pantas.

Maalikiyawmiddiin
Permintaan kita tidak hanya untuk sesuatu yang kita butuhkan di dunia, melainkan juga berharap berkah nikmat sampai waktu berkumpul di kampung akhirat.

Kita bersaksi dan mengakui bahwa, Allah SWT lah yang memiliki hari akhir (maalikiyawmiddiin). Harapan kita adalah agar kita juga diperhatikan Allah SWT saat berada di kampung akhirat. Jadi bukan hanya pemenuhan kebutuhan di dunia saja, dengan sifat Ar Rahmaan dan Ar Rahiim, tapi sampai ke hari akhir nanti, dengan keyakinan bahwa Allah SWT juga Pemilik hari yang ditentukan (maalikiyawmiddiin), dan selanjutnya bisa memasuki Surga yang mengalir sungai-sungai dibawahnya.

Allah SWT memberi apapun yang diminta setiap orang walaupun tidak beriman pada Allah SWT karena hanya Allah SWT saja pemilik semua yang ada.
Mereka yang tidak percaya atau tidak butuh pertolongan saat diakhirat nanti, misalnya cukup kesenangan di dunia saja, berarti orang tersebut hanya membutuhkan sifat Ar Rahmaan dan atau Ar Rahiim saja, tetapi tidak memerlukan keberadaan Allah SWT yang juga sebagai pemilik hari akhir (akhirat) seperti pada ayat maalikiyawmiddiin.

Itu bisa dipahami dari Firman Allah SWT yang artinya, “Mintalah, niscaya Aku kabulkan”. Dan di dunia ini kita melihat bahwa itu memang terjadi, apapun keyakinan orang, bahkan yang tidak yakinpun akan adanya Allah SWT, orang yang kufur terhadap Allah SWT, tetap mendapat nikmat yang banyak. Asalkan saja mau meminta.

Semua nikmat pasti dari Allah SWT karena tidak akan mungkin ada Tuhan lain yang bisa memberikannya. Termasuk, tidak ada manusia yang mampu memenuhi keinginannya sendiri.
 

3 comments:

  1. Tulisan cukup panjang. Mencerahkan. Sebaiknya jadi buku agar orang bisa membaca dan memahami Al Quran. Lanjutannya mana?

    ReplyDelete
  2. Bagaimana cara mendapatkan sambungan dari tulisanini. Sangat dibutuhkan. Trims

    ReplyDelete
  3. Alhamdulillah ada pencerahan berkat penjelasannya buat penulis terima kasih banyak

    ReplyDelete